Selasa, 20 Maret 2012

ANALISIS SWOT SUBAK PADANGBULIA BERORIENTASI AGRIBISNIS


Dwijenagro Jurnal Ilmiah  Vol. I, Nomor 1, Mei 2010 ISSN: 1979-3901

ANALISIS SWOT SUBAK PADANGBULIA BERORIENTASI AGRIBISNIS
Oleh Gede Sedana
Fakultas Pertanian, Universitas Dwijendra

ABSTRAKSI

Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis, dan usaha-usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralistis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats atau SWOT) pada Subak Padangbulia di dalam pengembangannya ke arah agribisnis.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kekuatan Subak Padangbulia meliputi: (i) awig-awig; (ii) pertemuan-pertemuan rutin; (iii) iuran-iuran rutin; (iv) usaha simpan pinjam di subak;  (v) usahatani yang terpola;  (vi) terbentuknya Koperasi Tani Swakarsa; (vii) nilai religi; dan (vii) sikap petani. Sedangkan faktor kelemahannya meliputi: (i) penguasaan lahan sawah yang relatif sempit; (ii) status sebagai penyakap; (iii) terbatasnya permodalan; (iv) terbatasnya keterampilan manajemen administrasi; (v) rendahnya pengetahuan; (vi) tidak dimilikinya tempat penyimpanan gabah. Beberapa peluang adalah: (i) prasarana dan sarana transportasi yang relatif baik; (ii) tersedianya pasar; (iii) peningkatan program pemerintah di sektor pertanian; (iv) tersedianya lembaga keuangan; dan (v) adanya pengusaha-pengusaha yang bergerak dalam perpadian. Sedangkan faktor ancaman meliputi: (i) kenaikan harga sarana produksi; (ii) fluktuasi harga gabah; (iii) gagal panen; (iv) adanya beras impor; (v) kompleksitas birokrasi lembaga keuangan; (vi) terbukanya peluang kerja  di luar sektor pertanian.

ABSTRACTS

Vision of agricultural development is improvement of farmers’ welfare through development of agribusiness system, competitiveness agribusiness, sustainability and decentralization. The objective of this research is to analyse the strengts, weaknesses, opportunities and threats (SWOT) in Subak Padangbulia towards agribusiness oriented activities.

The research pointed out that some strengths found are (i) internal by-laws; (ii) regular meeting; (iii) periodical contribution; (iv) micro-credit;  (v) well patterned farming;  (vi) cooperative; (vii) religious values; and (vii) attitude. The weaknesses consist of (i) narrow landholding; (ii) sharecoppers; (iii) limited capital; (iv) limited skills on management; (v) lack of knowledge and (vi) no rice storage. Some opportunities are (i) favorable infrastructure including transportation; (ii) availability of market; (iii) supporting agricultural development programs; (iv) availability of finance institutions; and (v) rice enterprener. Meanwhile the threats consists of: (i) raising prices of agro inputs; (ii) fluctuative price of rice; (iii) failure of harvest; (iv) import of rice; (v) complexity of finance bureaucracy; (vi) job opportunities on other sectors.


I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
           
Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtera khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis, dan usaha-usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan desentralistis. Pembangunan sistem agribisnis merupakan pembangunan yang mengintegrasikan pembangunan sektor pertanian dalam arti luas dengan pembangunan industri dan jasa terkait dalam suatu kluster industri yang mencakup lima sub-sistem. Kelima sub-sistem tersebut adalah sub-sistem agribinisnis hulu, sub-sistem usahatani/ternak, sub-sistem pengolahan, sub-sistem pemasaran, dan sub-sistem jasa (Anon., 2001)

Departemen Pertanian memiliki grand strategy pembangunan pertanian yang pada intinya mencakup beberapa hal, di antaranya adalah: (i) pembangunan pertanian harus dilakukan melalui pendekatan sistem agribisnis yang merupakan keseluruhan subsistem usaha yang saling terkait, saling tergantung, saling berpengaruh dengan pertanian mulai sektor hulu, usahatani, dan hilir serta sektor jasa dan penunjang; dan (ii) keberhasilan pembangunan agribisnis sebagian besar tergantung pada faktor dan kebijakan yang berada di luar kewenangan Departemen Pertanian, seperti kebijaksanaan makro ekonomi yang meliputi kebijaksanaan moneter, fiskal, prioritas pembangunan, penanganan inflasi dan ketenagakerjaan, kebijaksanaan pengembangan infrastruktur dan sarana publik yang menunjang pertanian, seperti irigasi, jalan pertanian, energi, komunikasi, air bersih, kebijaksanaan kelembagaan pelayanan informasi, teknologi, kredit, penyuluhan dan pengembangan sumberdaya manusia, kebijaksanaan kelembagaan ekonomi petani seperti koperasi, kelompok usaha dan asosiasi, sehingga diperlukan adanya koordinasi yang sangat baik antar instansi terkait, dan bahkan diperlukan kesamaan pandangan tentang agribusiness-led development; (Suyatna, dalam Pitana dan Setiawan 2005).

Di Bali, pengembangan pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan tidak dapat dilepaskan dengan eksistensi subak yang telah terbentuk sejak dahulu sebagai masyarakat hukum adat yang bersifat sosio-agraris religius yang secara historis didirikan sejak dulu kala dan berkembang terus sebagai organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain persawahan dari suatu sumber di dalam suatu daerah (PERDA Prov. Bali, Nomor 2/1972 tentang Irigasi Daerah Bali). Sudarta, (dalam Pitana dan Setiawan 2005; 96,  dan Sutawan, 1996:4) mengatakan bahwa  telah ditemukan banyak program pertanian dari pemerintah, seperti Bimas (Bimbingan Massal), Inmas (Intensifikasi Massal), Insus (Intensifikasi Khusus) Paket D, sapta usahatani dan lain sebagainya telah banyak melibatkan para petani dan memberikan hasil yang efisien dan efektif melalui organisasinya, yaitu subak.

Namun, dari beberapa hasil penelitian telah menunjukkan bahwa tingkat pendapatan petani anggota subak-subak di Bali masih relatif rendah, khususnya yang bersumber dari usahatani di lahan sawahnya (Anon., 1999a, Anon., 1999b, Anon., 2000a, dan Anon., 2000b).  Belum diperolehnya hasil yang optimal, khususnya dalam peningkatan kesejahteraannya (pendapatan) disebabkan oleh berbagai masalah baik yang terdapat di internal petani dan subak maupun eksternalnya. Selanjutnya, disebutkan bahwa beberapa faktor internal penyebab pendapatan petani yang belum meningkat adalah terbatasnya lahan sawah, sebagian besar petani berstatus sebagai penyakap,  lemahnya permodalan. Sedangkan faktor eksternal yang paling menonjol adalah fluktuasi harga gabah dan serangan hama dan penyakit. Windia (2004) juga menyebutkan bahwa tingkat pendapatan petani dari sektor pertanian sangat tidak sepadan sehubungan biaya produksi dan pajak yang harus dibayarkan (dalam Atmanto, 2004: 275).

Guna mengatasi masalah di atas, diperlukan adanya upaya pemberdayaan subak sebagai basis pembangunan pertanian tanaman pangan di Bali, yaitu mewujudkan subak sebagai lembaga ekonomi (Ambarawati, dalam Pitana dan Setiawan 2005:272). Lebih lanjut disebutkan bahwa pada masa mendatang subak tidak semata-mata dipandang sebagai lembaga pengelola air irigasi dan jaringan irigasi tetapi dipacu sebagai lembaga ekonomi pedesaan. Oleh karena itu, pemberdayaan diarahkan untuk memperkuat subak dalam konsteks agribisnis agar mampu menciptakan jaringan produksi dan pemasaran yang tangguh guna meningkatkan kemampuan finansialnya.

Untuk mengantisipasi dan mewujudkan tercapainya tujuan pembangunan pertanian seperti yang telah disebutkan di atas, diperlukan adanya upaya-upaya untuk mengkaji subak-subak yang berkaitan dengan pengelolaan kegiatan ekonomis baik pada aspek internal maupun eksternalnya.         Berkenaan dengan hal di atas dan untuk memperoleh informasi serta menggagas strategi pengembangan subak yang berorientasi agribisinis, perlu dilakukan penelitian pada subak yang berlokasi di dekat perkotaan dan juga sekaligus berada di perdesaan. Subak Padangbulia merupakan salah satu subak ada di Bali, yang pernah diinisiasi dan  difasilitasi oleh Universitas Udayana yang bekerjasama dengan Dinas Pekerjaan Umum pada tahun 1987 (Sutawan, dkk., 1989) untuk mampu mengembangkan dirinya menjadi subak yang tangguh dalam aspek organisasi/manajemen, teknis (irigasi dan pertanian) serta finansialnya. Areal sawah-sawah yang berada dalam subak ini adalah tersebar pada Desa Padangbulia.

1.2 Tujuan Penelitian
                       
Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats atau SWOT) pada Subak Padangbulia di dalam pengembangannya ke arah agribisnis.

1.3  Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Pada aspek manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan kasanah pengetahuan tentang strategi pengembangan subak-subak di Bali khususnya yang berorientasi agribisnis dan memberikan peningkatan pendapatan bagi petani anggotanya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang memiliki interes terhadap pengembangan subak-subak yang berorientasi agribisnis. Sedangkan secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan saran bagi subak-subak serta pengambil kebijakan (pemerintah), khususnya di dalam pengembangan subak-subak yang berorientasi pada agribisnis.

 II  KAJIAN PUSTAKA

2.1  Subak dalam Pembangunan
       Pertanian

            Subak sebagai sistem irigasi merupakan organisasi petani pengelola air  yang mendistribusikan dan mengalokasikan irigasi pada usahatani lahan basah yang memiliki satu sumber air, memiliki satu atau lebih pura, memiliki hak otonomi untuk mengatur organisasinya sendiri serta memiliki berbagai aturan yang dibuat bersama dan diataati bersama oleh semua anggotanya. Lebih lanjut, disebutkan juga bahwa terdapat beberapa fungsi subak, yaitu (i) mendistribusikan dan mengalokasikan air irigasi; (ii) operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; (iii) mobilisasi sumber daya; (iv) penanganan konflik yang dihadapi subak; dan (v) menyelenggarakan kegiatan ritual/keagamaan Sutawan (1989).

Sutawan (dalam Pitana dan Setiawan, 2005) mengatakan bahwa  subak memiliki beberapa komponen pokok yang saling terkait, yaitu (i) organisasi petani pengelola air irigasi; (ii) jaringan irigasi/prasarana dan sarana serta fasilitas irigasi; (iii) produksi pangan; (iv) ekosistem lahan sawah beririgasi; dan (v) ritual keagamaan terkait dengan budidaya padi. Oleh karena itu, keberlanjutan subak akan terwujud apabila terbentuk: (i) institutional sustainability; (ii) technical sustainability; (iii) economic sustainability; (iv) ecological sustainability; dan (v) socio-cultural sustainability. Selanjutnya, disebutkan juga bahwa lahan-lahan sawah subak tidak semata-mata menghasilkan pangan tetapi juga banyak produk yang intangible yang sangat sulit dinilai dengan uang. Multi function roles atau peran banyak dari sawah-sawah subak dengan budidaya padinya antara lain: (i) fungsi produksi dan ekonomi guna menjamin ketahanan pangan; (ii) fungsi lingkungan yang mencakup pengendalian banjir, erosi dan ground water recharge; (iii) fungsi ekologis; (iv) fungsi sosial budaya; (v) fungsi pembangunan pedesaan; dan (vi) fungsi ekowisata dan agrowisata.

2.2  Agribisnis Berbasis Subak

            Agribisnis merupakan suatu keseluruhan aktivitas bisnis di bidang pertanian yang saling terkait dan saling tergantung satu sama lain, mulai dari : (i) sub-sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi; (ii) sub-sistem usahatani; (iii) sub-sistem pengolahan dan penyimpanan hasil (agroindustri); (iv) sub-sistem pemasaran; dan (v) sub-sistem penunjang, yang meliputi lembaga keuangan, transportasi, penyuluhan, pelayanan informasi agribisnis, penelitian, kebijakan pemerintah dan asuransi agribisnis (Amirin, dalam Suparta, 2005). Hal yang senada juga diungkapkan oleh Tjakrawerdaya (dalam Siagian, 2003) bahwa agribisnis adalah keseluruhan operasi yang terkait dengan aktivitas untuk menghasilkan dan mendistribusikan input produksi, produksi usahatani, dan pengolahan serta pemasaran.

            Ambarawati (dalam Pitana dan Setiawan, 2005) menyebutkan bahwa peluang kegiatan agribisnis subak mencakup kegiatan usaha tahap pra-produksi, penyediaan sarana produksi bagi anggota, saat produksi, penanganan pasca panen, yaitu penyediaan mesin penggilingan padi dan pemasaran hasil produksi pertanian, yaitu pembelian produk-produk anggota. Peluang lainnya yang dapat dilakukan oleh subak adalah pengembangan usaha ternak secara intensif yang berorientasi pada pasar, seperti penggemukkan sapi.

2.3 Konsep Strategi dan Analisis
      SWOT

Analisis SWOT meruapakn suatu alat bantu untuk mengembangkan strategi yang dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternalnya. Dalam pengembangan strategi diperlukan suatu analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) sebagai alat bantu untuk memahami pengaruh lingkungan internal dan eksternal dari suatu organisasi bisnis. Rangkuti (2002) mengatakan bahwa perumusan strategi yang didasarkan pada logika dengan mengidentifikasi faktor-faktor secara sistematis yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) serta secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).

Lingkungan internal memberikan gambaran bahwa suatu organisasi bisnis atau perusahaan memiliki kekuatan dan juga kelemahan di bidang manajemen produksi, operasi, pemasaran dan distribusi, organisasi, sumber daya manusia, keuangan dan akuntansi (Suwarsono, 1998). Salusu (1996) mengatakan bahwa kekuatan adalah suatu situasi dan kemampuan internal yang bersifat positif yang memungkinkan organisasi memiliki keuntungan stratejik dalam mencapai sasarannya. Sedangkan kelemahan yang dimaksud adalah suatu situasi dan ketidakmampuan internal yang mengakibatkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya secara baik. Lebih lanjut disebutkan bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memahami kemampuan internal organisasi meliputi : (i) struktur organisasi; (ii) sumber daya baik dana mamupun tenaga kerja; (iii) lokasi; (iv) fasilitas yang dimiliki; (v) integritas karyawan; dan (vi) integritas kepemimpinan.

Salusu (1996) selanjutnya mengatakan bahwa lingkungan eksternal terdiri atas dua faktor stratejik yaitu peluang dan ancaman. Peluang merupakan suatu kondisi dan faktor-faktor eksternal yang membantu organisasi mencapai atau bahkan melampaui pencapaian sasarannya. Sedangkan ancaman adalah faktor-faktor eksternal yang menyebabkan organisasi tidak dapat mencapai sasarannya dan bahkan bersifat negatif. Beberapa faktor yang terdapat dalam lingkungan eksternal adalah kekuatan hukum dan politik, kekuatan ekonomi, kekuatan sosial-kultural dan kekuatan teknologi (Hunger dan Thomas, 2003).

III  METODE PENELITIAN

3.1  Lokasi Penelitian

            Penelitian ini dilakukan pada Subak Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, yang sumber air irigasinya dari Bendung Gitgit di Sungai Buleleng, dimana sawah-sawah yang diairi tersebar pada 11 tempek, dengan luas total mencapai 114 ha. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara purposive sampling, yaitu suatu teknik penentuan sampel lokasi secara sengaja atau ditentukan dengan beberapa pertimbangan tertentu seperti: (i) Subak Padangbulia merupakan salah satu subak yang pernah dijadikan sebagai salah satu objek Penelitian Aksi, yang dilakukan oleh Tim Peneliti dari Universitas Udayana yang bekerja sama dengan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali pada tahun 1987 melalui dana Grant dari The Ford Foundation dan (ii)  Subak Padangbulia yang telah mulai menyelenggarakan kegiatan bisnis, seperti menjadi anggota Koperasi Tani Swakarsa Desa Padangbulia tetapi pengelolaannya belum optimal, karena baru hanya terbatas pada perolehan sarana produksi padi (Saprodi) dan kredit, sehingga perlu dipahami faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya.


3.2 Pengambilan Populasi, Sampel
      dan Informan Kunci

            Populasi pada penelitian ini adalah seluruh anggota Subak Padangbulia yang meliputi 11 tempek. Adapun jumlah keseluruhan anggota atau populasinya sebanyak 215  petani. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling,  dengan pertimbangan bahwa tingkat homogenitas populasi adalah sama, yaitu sebanyak 68 sampel petani.

            Selain sampel petani, juga dilakukan pengambilan key informants untuk mendapatkan informasi atau data yang  lebih mendalam mengenai aspek tertentu berkenaan dengan tujuan penelitian ini. Adapun mereka yang digolongkan sebagai key informants adalah pengurus subak, pengurus Koperasi Unit Desa, pengurus Lembaga Perkreditan Desa, Pimpinan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng, Pimpinan Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Buleleng, Pimpinan Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Buleleng, Penyuluh Pertanian Lapangan, Pimpinan di Kantor Camat Sukasada dan Kepala Desa Padangbulia, serta tokoh masyarakat lainnya.
  
3.3 Jenis dan Teknik Pengumpulan
      Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder yang merupakan komponen-komponen faktor internal dan eksternal. Pada penelitian ini, dilakukan pengumpulan data/informasi sesuai dengan tujuan penelitian dengan menggunakan beberapa teknik, sebagai berikut (i) Wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang telah disiapkan; (ii) Wawancara mendalam (indepth interview) dengan menggunakan suatu pedoman wawancara (interview guide). Pendekatan yang dilakukan menggunakan teknik Rapid Rural Appraisal (RRA). Wawancara ini ditujukan kepada key informant; (iii) Observasi langsung juga dilakukan pada aktivitas sehari-hari subak dan anggotanya untuk mendapatkan informasi tanpa melakukan wawancara; dan (iv) Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data atau informasi yang telah dicatatkan pada berbagai dokumen baik yang terdapat pada subak.

3.4  Analisis Data

            Data yang telah terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dianalisis dengan pendekatan kualitatif. Pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian statistika terhadap variabel-variabel yang ada. Beberapa variabel, seperti sikap dan pengetahuan petani terhadap sistem agribisnis, serta interaksi petani dengan PPL diukur dengan menggunakan “skala likert”. Skala ini terbentuk dalam lima kategori jawaban dari setiap item pernyataan dan pertanyaan yang diajukan, dimana masing-masing jawaban diberikan jawaban yang konsisten, yaitu dengan skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Skor 1 diberikan pada jawaban yang sangat tidak diharapkan, sedangkan skor 5 diberikan pada jawaban yang sangat diharapkan.

Perumusan strategi alternatif dilakukan melalui analisis internal dan eksternal, yang dikenal dengan analisis SWOT. Faktor internal diidentifikasi untuk memperoleh faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang terdapat di dalam Subak Padangbulia terhadap pengembangan organisasi menjadi lembaga agribisnis.Faktor-faktor internal tersebut selanjutnya dievaluasi dengan menggunakan matriks IFAS (Internal Factor Analysis Strategy”). Sedangkan, analisis eksternal dilakukan untuk mengembangkan faktor peluang yang dapat dimanfaatkan dan faktor ancaman yang perlu dihindari. Hasil analisis eksternal dilanjutkan dengan mengevaluasi dengan menggunakan matriks EFAS (External Factor Analysis Strategy). Pada masing-masing matriks, yaitu IFAS dan EFAS lebih lanjut dilakukan pembobotan dan pringkat serta skor dari masing-masing faktor (identifikasi kekuatan, kelemahan pada IFAS; dan identifikasi peluang dan ancaman pada EFAS).  

IV  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi
     Penelitian

            Subak Padangbulia terletak di Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng. Jarak wilayah subak ini kurang lebih tujuh km dari pusat Kota Singaraja ke arah Selatan. Kondisi topografis Subak Padangbulia adalah relatif berbukit dengan elevasi kurang lebih  400 s.d 500 meter dari permukaan laut. Sumber utama air irigasi Subak Padangbulia adalah dari Bendung Gitgit yang telah direhabilitasi oleh pemerintah pada tahun 1988. Lokasi bendung ini adalah di Sungai Buleleng di Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada. Subak-subak lainnya yang secara langsung memperoleh air irigasi dari bendung ini adalah Subak Gitgit, Subak Keladian dan Subak Delod Umah.

Subak Padangbulia dan subak-subak lainnya yang air irigasinya bersumber dari Bendungan Gitgit merupakan bagian dari wilayah Kepengamatan Sukasada dan Pesedahan Yeh Sukasada. Kondisi Bendung Gitgit yang telah mendapat bantuan dari pemerintah adalah relatif bagus. Begitu pula keadaan saluran dan bangunan bagi sadap adalah relatif bagus, meskipun pada beberapa saluran khususnya di jaringan tingkat usahatani (tersier) masih memerlukan perbaikan-perbaikan karena air irigasi menjadi hilang di saluran.

Berkenaan dengan Subak Padangbulia yang terletak di wilayah dekat perkotaan, maka prasarana dan fasilitas fisik yang ada adalah relatif bagus dalam artian mendukung pengembangan usahatani dan juga usaha ekonomi lainnya. Prasarana fisik di wilayah Subak Padangbulia adalah baik, yaitu adanya jalan aspal yang bagus yang menghubungkan antara desa/kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Sukasada termasuk menuju Kota Singaraja. Prasarana fisik (jalan) yang baik ini didukung pula oleh adanya alat angkutan umum yang mudah diperoleh baik roda dua maupun roda empat. Dengan demikian, kondisi ini memberikan dampak yang positif bagi arus transportasi baik untuk sarana produksi pertanian maupun hasil-hasil pertanian. Pasar desa dan warung serta toko-toko kecil juga tersedia cukup banyak di sepanjang jalan Desa Padangbulia.

Secara agronomis, penyelenggaraan usahatani di Subak Padangbulia didasarkan pada ketersediaan air irigasi dan kondisi fisik lahan sawah. Hingga saat ini, pola tanam yang diterapkan di Subak Padangbulia adalah padi – padi – bera. Penanaman padi I dilakukan pada akhir Bulan Juni sampai Juli, sedangkan penanaman padi II dilakukan pada akhir bulan Desember-Januari. Di Subak Padangbulia, para petani tidak berani mengambil resiko untuk mengusahakan tanaman palawija lahan sawahnya, seperti penanaman kacang-kacangan dan jagung. Hal ini disebabkan oleh sifat fisik tanah di lahan sawahnya yang “tidak boleh” dikeringkan karena jika dilakukan akan menjadi longsoran saat digenangi air. Pada saat dikeringkan kondisi tanah di lahan sawah menjadi retak-retak. Jenis padi yang diusahakan oelh petani adalah varietas unggul seperti IR 64 dan Ciherang yang telah direkomendasikan oleh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng. Selain itu, pilihan jenis tanaman ini dipustuskan melalui rapat subak sebelum dimulainya penanaman. Penggunaan pupuk seperti Urea, TSP dan KCl oleh para petani belumlah sesuai dengan rekomendasi dari PPL seperti yang telah diintroduksi melalui Program Peningkatan Mutu Intensifikasi (PMI). Hasil survai yang mendalam disebutkan bahwa penggunaan TSP dan KCl masih dibawah dosis yang direkomendasikan karena keterbatasan penguasaan modal usaha yang dibarengi oleh pengetahuan dan pemahaman petani bahwa penambahan pupuk tersebut dianggap tidak memberikan hasil yang signifikan.

4.2 Analisis SWOT

4.2.1 Identifikasi Faktor-Faktor
         Internal dan Eksternal
            Seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa penyusunan alternatif strategi pengembangan terhadap subak dapat dilihat dari komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamannya. Secara ringkas, gambaran mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada Subak Padangbulia sehubungan dengan kegiatan bisnis dapat dilihat pada Tabel 1.

Kekuatan

            Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa kekuatan yang dimiliki oleh Subak Padangbulia dalam hubungannya dengan pengembangan agribisnis. Kekuatan itu meliputi: (i) awig-awig atau aturan-aturan yang mengikat; (ii) pertemuan-pertemuan rutin subak; (iii) adanya iuran-iuran rutin; (iv) adanya usaha simpan pinjam di subak; (v) usahatani yang terpola atau ketatnya pola tanam yang diterapkan;  (vi) terbentuknya Koperasi Tani Swakarsa di Padangbulia; (vii) nilai religi dalam persubakan; (viii) sikap petani yang positif terhadap agribisnis.




Tabel  1
Kekuatan dan Kelemahan pada Subak Padangbulia

No
FAKTOR INTERNAL
1
KEKUATAN
1.     Awig-awig atau aturan-aturan yang mengikat;
2.     Pertemuan-pertemuan rutin subak;
3.     Adanya iuran-iuran rutin;
4.      Adanya usaha simpan pinjam di subak;
5.     Usahatani yang terpola atau ketatnya pola tanam yang diterapkan; 
6.     Terbentuknya Koperasi Tani Swakarsa di Padangbulia
7.     Nilai religi dalam subak
8.     Sikap petani yang positif terhadap agribinsis

2
KELEMAHAN
1.     Rata-rata penguasaan lahan sawah yang relatif sempit
2.     Status petani sebagai penyakap
3.     Terbatasnya kemampuan permodalan
4.     Terbatasnya keterampilan manajemen administrasi
5.     Rendahnya pengetahuan petani mengenai agribisnis
6.     Sifat produk yang perishable atau cepat rusak

Awig-awig Subak Padangbulia merupakan seperangkat aturan-aturan yang memuat ketentuan-ketentuan yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh seluruh anggota subak temasuk pengurusnya. Di Subak Padangbulia, awig-awig yang dimilikinya telah terdaftar di Kantor Pengadilan Negeri Denpasar yang selanjutnya dapat dikatakan bahwa Subak Padangbulia telah berstatus badan hukum. Ini berarti pula bahwa adanya pemanfaatan air irigasi secara bersama-sama merupakan salah satu faktor pengikat di antara anggota yang sekaligus sebagai kekuatan yang harus diatur pengelolaannya sehubungan dengan pengembangan agribisnis produksi pertanian tersebut maka subak akan memiliki usaha bisnis dalam penyediaan sarana produksi dan tentunya akan memberikan penerimaan (keuntungan) bagi lembaga subak.
            Pertemuan-pertemuan rutin di Subak Padangbulia yang biasa disebut dengan “sangkepan” dilakukan sekali dalam sebulan, yaitu setiap 35 hari (satu bulan kalendar Bali adalah 35 hari), yaitu pada hari Soma Kliwon (Senin Kliwon).          Pada setiap sangkepan subak, diselenggarakan beberapa acara pokok, seperti iuran-iuran, pemanfaatan air irigasi, masalah-masalah yang dihadapi petani dan pemecahan masalahnya.

Sebagai salah satu upaya yang dilakukan subak-subak di Bali untuk memperkuat penguasaan modal atau keuangannya adalah melalui iuran secara internal. Demikian pula halnya dengan Subak Padangbulia, dimana pada setiap anggota diwajibkan untuk membayar iuran pada setiap sangkepan. Adapun besarnya iuran bulanan tersebut adalah Rp 5.000,00. Sehubungan dengan pengembangan agribisnis, adanya iuran-iuran di tingkat subak oleh para anggotanya merupakan salah satu kekuatan bagi Subak Padangbulia.

Simpan pinjam dalam Subak Padangbulia juga merupakan kekuatan yang cukup signifikan karena setiap bulan Subak Padangbulia mampu meningkatkan penerimaannya, yaitu dari bunga uang yang dipinjamkan ditambah lagi iuran bulanan yang dilakukan oleh setiap anggota. Ini berarti pula bahwa para petani anggota subak akan dapat semakin meningkatkan pinjamannya dari subak untuk memenuhi kebutuhan usahataninya termasuk juga konsumsi keluarga. Kondisi ini terkadang sangat membantu para petani, petani yang semula hendak menjual tanamannya dengan sistem ijon akan mengurungkan niatnya karena telah dapat meminjam uang dari kelompok dengan jaminan tanamannya yang masih ada di lahan sawahnya.

Dalam hubungannya dengan pengembangan agribisnis, penanaman yang terpola ini merupakan salah satu kekuatan dalam Subak Padangbulia untuk menata anggotanya di dalam melakukan usahatani secara serempak. Artinnya bahwa subak dapat mengatur distribusi air irigasi ke masing-masing tempek secara tepat, penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida) secara kompak dan juga dapat ditentukan waktu panen sehingga pasar dapat diketahui oleh anggotanya.

Petani-petani di Subak Padangbulia bersama-sama dengan subak lainnya yaitu Subak Canden, Subak Delod Umah dan Subak Sanda telah bersepakat untuk membentuk koperasi tani, yaitu Koperasi Tani Swakarsa. Melalui koperasi inilah para petani melalui subaknya dan juga secara individual memperoleh sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) baik secara tunai maupun kredit. Keberadaan koperasi tani telah memberikan manfaat bagi petani untuk memperoleh sarana produksi yang memerlukan biaya transportasi.            

Hasil penelitian menunukkan bahwa rata-rata pencapaian skor sikap adalah 82,71 % dari skor maksimal yang berarti bahwa rata-rata sikap petani terhadap pengembangan agribisnis di tingkat subak adalah tergolong setuju. Ini berarti pula bahwa para petani memiliki sikap yang positif terhadap kegiatan agribisnis yang dapat dilakukan melalui organisasi subaknya. Kondisi ini menunjukkan bahwa sikap petani yang setuju terhadap pengembangan agribisnis melalui organisasi subaknya dapat merupakan salah satu kekuatan yang terdapat dalam kondisi internal Subak Padangbulia.

Dengan adanya nilai religius di Subak Padangbulia, para petani selalu “merasa” tergantung kepada keberadaaan Tuhan Yang Mahaesa yang dimanifestasikan dengan penyelenggaraan kegiatan ritual/keagamaan. Beberapa nilai religius Subak Padangbulia yang penting untuk diterapkan dalam pengembangan subak sebagai organisasi bisnis adalah: (i) air irigasi sebagai karunia Tuhan, sehingga harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya bagi seluruh petani; (ii) rasa syukur terhadap produksi tanaman dengan mengadakan ritual menjelang dan setelah panen; (iii) kebesaran Tuhan terhadap penanggulangan hama dan penyakit, sehingga petani melalui subaknya mengadakan upacara ritual berupa nangluk merana untuk mengurangi resiko gagal panen.

Kelemahan

Kelemahan-kelemahan yang terlihat pada Subak Padangbulia mencakup: (i) rata-rata penguasaan lahan sawah yang relatif sempit; (ii) status petani sebagai penyakap; (iii) terbatasnya kemampuan permodalan; (iv) terbatasnya manajemen administrasi; (v) rendahnya pengetahuan petani mengenai agribisnis; dan (vi) sifat produk yang perishable atau cepat rusak (lihat Tabel 1).
Rata-rata penguasaan lahan yang relatif sempit,  yaitu 0,36 ha). Artinya pengusahaan pertanian untuk tanaman padi di lahan sawah yang luasnya di bawah satu hektar adalah kurang efisien (Sedana, 2004). Oleh karena itu, sempitnya penguasaan lahan ini merupakan salah satu kelemahan dalam kaitannya dengan pengembangannya menjadi lembaga yang berorientasi agribisnis.

Hasil survai terhadap sampel diketahui bahwa sebanyak 58,82 % petani memiliki status sebagai penyakap, dan sebanyak 32,36 % sebagai pemilik penggarap, sedangkan sisanya sebesar 8,82 % adalah petani pemilik penggarap dan penyakap. Kondisi tersebut jika dikaitkan dengan pengembangan subak menjadi lembaga yang berorientasi agribisnis merupakan suatu kelemahan karena mereka tidak dalam posisi sebagai pengambil keputusan terhadap pengelolaan usahatani.

Hampir 90 % petani mengatakan bahwa mereka mengalami keterbatasan modal usahatani untuk pengembangan pertanian di lahan sawahnya. Kondisi ini terindikasi dari penggunaan sarana poduksi pertanian (pupuk) yang jumlahnya masih di bawah rekomendasi PPL dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng. Sebagai konsekuensi dari kondisi ini adalah produktivitas tanaman padi yang diusahakan oleh petani relatif rendah. Oleh karena itu, keterbatasan penguasaan modal usaha ini merupakan kelemahan yang ada pada Subak Padangbulia.

Admnistrasi dan pembukuan yang dilakukan masih sangat sederhana, dalam artian belum didasarkan pada kaidah-kaidah keadmnistrasian yang lengkap. Beberapa buku yang dimiliki oleh Subak Padangbulia dimanfaatkan menjadi satu untuk pencatatan atau mengadministrasikan aspek keanggotaan, iuran, pinjaman dan pengembalian. Semestinya pencatatan tersebut harus dipisah-pisahkan guna memudahkan dalam melakukan kontrol. Oleh karena itu, manajemen administrasi yang terbatas pada Subak Padangbulia merupakan salah satu kelemahan yang dimilikinya.
           
Terbatasnya pengetahuan petani terhadap agribisnis dalam subak merupakan salah satu kelemahan juga dalam Subak Padangbulia sehubungan dengan pengembangannya menjadi lembaga bisnis. Pengetahuan merupakan salah satu komponen dari prilaku manusia baik dalam level individu maupun kelompok, sehingga implementasi pengembangan agribisnis dalam Subak Padangbulia dapat terhambat dengan adanya kelemahan dalam aspek pengetahuan terhadap agribisnis.

Petani tidak memiliki tempat yang memadai untuk menyimpan gabah, khususnya pada musim hujan. Kondisi ini mengakibatkan petani harus segera menjual gabahnya ke tempat penggilingan padi  untuk ditukarkan beras guna menghindari kerusakan. Sebagai konsekuensi dari hal ini petani memperoleh penerimaan yang rendah karena saat tersebut terjadi panen raya dan harga gabah menjadi lebih rendah.

Peluang
Terdapat beberapa peluang di lingkungan eksternal Subak Padangbulia sehubungan dengan pengembangannya ke arah agribisnis. Peluang-peluang tersebut meliputi: (i) prasarana dan sarana transportasi yang relatif baik; (ii) tersedianya pasar yang terbuka, khususnya beras; (iii) peningkatan program pemerintah di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan padi; (iv) tersedianya lembaga keuangan; (v) adanya pengusaha-pengusaha yang bergerak dalam dalam penyediaan sarana produksi maupun pasca-panennya (lihat Tabel 2).




Tabel  2
Peluang dan Ancaman  Subak Padangbulia

No
FAKTOR EKSTERNAL
1
PELUANG
1.     Prasarana dan sarana transportasi yang relatif baik
2.     Tersedianya pasar yang terbuka, khususnya beras
3.     Peningkatan program pemerintah di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan padi
4.     Tersedianya lembaga keuangan
5.     Adanya pengusaha-pengusaha yang bergerak dalam penyediaan saprodi dan penggilingan padi
2
ANCAMAN
1.     Kenaikan harga sarana produksi
2.     Fluktuasi harga gabah
3.     Gagal panen
4.     Adanya beras impor;
5.     Kompleksitas birokrasi lembaga keuangan
6.     Terbukanya peluang di luar sektor pertanian.

Di lingkungan eksternal Subak Padangbulia terdapat prasarana dan sarana transportasi yang sangat mendukung pengembangan agribisnis, di antaranya adalah jalan utama yang menghubungkan antara daerah atau wilayah Subak Padangbulia dengan Ibukota Kecamatan dan Kota Singaraja. Selain itu, sarana transportasi yang tersedia (seperti mobil roda empat) juga sangat mudah untuk diperoleh baik untuk mengangkut sarana produksi pertanian (benih, pupuk dan pestisida) dan hasil-hasil pertanian. Bahkan melalui penelusuran di wilayah Subak Padangbulia telah diketahui juga bahwa terdapat jalan yang relatif lebar melintas di hamparan sawah-sawah Subak Padangbulia.

Pasar yang dimaksudkan adalah adanya permintaan beras yang cukup tinggi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat baik di lingkungan Subak Padangbulia maupun di luar lingkungan Subak Padangbulia. Selain itu, di pasar-pasar seperti pasar tradisional, warung-warung dan supermarket banyak ditemui beras yang didatangkan dari luar Kabupaten Buleleng dan bahkan diketahui pula adanya beras impor. Ini berarti bahwa berapapun jumlah gabah yang dihasilkan oleh petani di Subak Padangbulia pasti akan terserap di pasar walaupun terkadang harganya kurang layak bagi petani.

Lima tahun terakhir ini, pemerintah baik di tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten telah banyak mengembangkan program-program pertanian dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman, khususnya padi, meningkatkan pendapatan petani melalui kegiatan agribisnis. Beberapa program yang dilakukan di antaranya adalah: (i) Peningkatan Mutu Intensifikasi (PMI), yang meliputi pemilihan varietas, pemupukan, penanggulangan hama dan penyakit, irigasi, dan pasca-panen; (ii) Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT); dan (iii) pelatihan petani tentang teknologi budidaya pertanian.

Salah satu faktor eksternal yang merupakan peluang bagi Subak Padangbulia untuk mengembangkan agribisnis adalah adanya lembaga keuangan yang mudah dijangkau oleh petani dan subak. Beberapa di antaranya sebagai berikut: (i) Koperasi Unit Desa di Desa Sukasada; (ii) Bank-bank pemerintah dan non-pemerintah; seperti Bank Rakyat Indonesia; Bank Pembangunan Daerah, Bank Seri Parta dan lain sebagainya termasuk lembaga perkreditan rakyat seperti Lembaga Prekreditan Desa; dan (iii) Koperasi Tani Swakarsa.

Terdapat sejumlah pengusaha yang mengolah gabah dan memasarkan beras termasuk penyedia sarana produksi. Oleh karena itu, keberadaan pengusaha-pengusaha ini merupakan salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan oleh para petani dan subak di dalam meningkatkan nilai tambah dari hasil usahataninya dan memudahkan untuk memperoleh sarana produksi.

Ancaman

Ancaman merupakan salah satu faktor eksternal Subak Padangbulia yang dapat melemahkan atau menghambat pengembangan agribisnis. Hasil survai dan wawancara dengan petani dan pengurus subak secara bersama-sama ditemukan bahwa terdapat beberapa komponen yang merupakan ancaman bagi Subak Padangbulia, di antaranya: (i) kenaikan harga sarana produksi; (ii) fluktuasi harga gabah; (iii) gagal panen yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit dan bencana alam seperti banjir dan kemarau panjang; (iv) adanya beras impor; (v) kompleksitas birokrasi lembaga keuangan; dan (vi) terbukanya peluang di luar sektor pertanian (lihat Tabel 2).

Hasil penelitian terhadap 68 petani dan key informants diperoleh informasi bahwa harga sarana produksi, khususnya pupuk (Urea, TSP dan KCL termasuk NPK Ponska) telah mengalami kenaikan antara 10,00% sampai dengan 15,00%. Tentunya kenaikan harga pupuk ini mengakibatkan para petani semakin sulit untuk mengusahakan tanaman padinya dengan menggunakan teknologi pemupukan berimbang yang direkomendasikan oleh pemerintah.

Fluktuasi  harga gabah pada musim hujan dimana pada saat panen raya, yaitu Bulan April dan Mei harga gabah di wilayah Subak Padangbulia  mengalami penurunan karena subak-subak lainnya yang ada di sekitarnya dan juga subak-subak di wilayah Kecamatan Sukasada, Kecamatan Buleleng dan Kecamatan-kecamatan lainnya baik yang ada di dalam maupun di luar wilayah Kabupaten Buleleng yang pada saat bersamaan mengalami periode panen.

Gagal panen yang dimaksudkan adalah suatu kondisi para petani tidak dapat melakukan panen secara layak yang disebabkan oleh adanya serangan hama dan penyakit dan bencana alam seperti banjir dan kemarau panjang. Serangan hama yang pernah melanda tanaman padi petani-petani di Subak Padangbulia adalah adanya hama tikus. Serangan hama tikus sempat memberikan kerugian kapada petani karena banyak tanamannya menjadi tidak menghasilkan. Selain itu, serangan penyakit yang pernah menyerang tanaman padi di Subak Padangbulia adalah tungro yang juga mengakibatkan petani gagal panen.

Salah satu faktor eksternal yang juga merupakan ancaman bagi petani yang mengusahakan tanaman padi adalah adanya impor beras. Sebagai konsekuensi dari impor ini adalah tetap menjaga harga gabah yang stabil. Padahal, para petani d Subak Padangbulia sangat membutuhkan adanya kenaikan harga gabah karena mereka menjual produknya dalam bentuk gabah. Rendahnya harga gabah mengakibatkan secara langsung pada tingkat penerimaan dan pendapatan petani dari usahatani padi. Jika kondisi ini terus  berlanjut, maka tidak akan dapat dikendalikan lagi bahwa keluarga petani tidak akan “mampu” mempertahankan pekerjaan di sektor pertanian di lahan sawah, khususnya untuk tanaman padi.

Subak Padangbulia belum mampu memperoleh tambahan modal usaha melalui kredit yang tersedia di lembaga keuangan tersebut. Kondisi ini disebabkan oleh  terdapat jalur administrasi yang kompleks yang harus dilalui oleh subak untuk mendapatkan kredit. Tambahan lagi, pihak lembaga keuangan mempersyaratkan adanya agunan dari Subak Padangbulia apabila hendak memperoleh kredit dengan suku bunga yang telah ditetapkan secara bisnis oleh lembaga keuangan tersebut. Artinya bahwa kekompleksitasan dari mekanisme perolehan kredit akan merupakan suatu ancaman bagi Subak Padangbulia di dalam upaya untuk memperoleh tambahan modal usaha melalui kredit.

Para petani dan pengurus subak bahwa peluang kerja di luar sektor pertanian adalah terbuka, khususnya dalam pemanfaatan waktu luangnya. Beberapa pekerjaan yang tersedia adalah perajin industri rumah tangga, buruh (bangunan/ konstruksi), jasa, pekerjaan informal lainnya. Pekerjaan-pekerjaan di luar sektor pertanian ini memberikan penerimaan secara langsung baik secara harian maupun periode waktu tertentu dan lebih terlihat secara nyata bagi petani dan keluarganya. Oleh karena itu, pekerjaan di luar sektor pertanian yang terbuka lebar ini dapat menjadi ancaman bagi petani untuk mengembangkan subak menjadi lembaga bisnis karena pekerjaan pertanian di lahan sawah “ditelantarkan”.

V PENUTUP
 5.1 Simpulan

Beberapa faktor internal Subak Padangbulia yang ditemukan adalah faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Faktor kekuatan internal Subak Padangbulia meliputi: (i) awig-awig atau aturan-aturan yang mengikat; (ii) pertemuan-pertemuan rutin subak; (iii) adanya iuran-iuran rutin; (iv) adanya usaha simpan pinjam di subak;  (v) usahatani yang terpola atau ketatnya pola tanam yang ditetapkan;  (vi) terbentuknya Koperasi Tani Swakarsa di Padangbulia; (vii) nilai religi dalam persubakan; dan (vii) sikap petani yang positif terhadap agribisnis. Sedangkan faktor kelemahan internalnya adalah: (i) rata-rata penguasaan lahan sawah yang relatif sempit; (ii) status petani sebagai penyakap; (iii) terbatasnya kemampuan permodalan; (iv) terbatas keterampilan manajemen administrasi; (v) rendahnya pengetahuan petani mengenai agribisnis; (vi) tidak dimilikinya tempat penyimpanan gabah. Beberapa faktor peluang eksternal Subak Padangbulia meliputi : (i) prasarana dan sarana transportasi yang relatif baik; (ii) tersedianya pasar yang terbuka, khususnya beras; (iii) peningkatan program pemerintah di sektor pertanian, khususnya tanaman pangan yaitu padi; (iv) tersedianya lembaga keuangan; dan (v) adanya pengusaha-pengusaha yang bergerak dalam perpadian. Sedangkan faktor ancaman eksternal Subak Padangbulia meliputi: (i) kenaikan harga sarana produksi; (ii) fluktuasi harga gabah; (iii) gagal panen; (iv) adanya beras impor; (v) kompleksitas birokrasi lembaga keuangan; (vi) terbukanya peluang kerja  di luar sektor pertanian.

5.2 Saran

            Memperhatikan simpulan di atas, dapat disarankan bahwa diperlukan adanya upaya untuk meningkatkan kapasitas petani dan subak (capacity building) guna mengoptimalkan kekuatan dan peluang, serta untuk mengatasi kelemahan yang ada selain menghindarkan dari ancaman-ancamannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarawati, IGAA. 2005. Strategi Pembangunan Pertanian Bali Berbasis Subak dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi. Dalam Pitana dan Setiawan AP. editor. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi. Yogyakarta: Andi

Anonimus (1999a) “ Annual Reprot of The Second Integrated Irrigation Sector Project”. Proyek Irigasi Bali, Denpasar.

_________ (1999b) “ Laporan Akhir Pekerjaan Survai Investigasi dan Disain (SID) di Kabupaten Badung, Klungkung dan Karangasem”. Proyek Irigasi Bali, Denpasar.

_________ (2000a) “Laporan Akhir Pekerjaan Survai Investigasi dan Disain (SID) di Kabupaten Jemberana”. Proyek Irigasi Bali, Denpasar.

_________ (2000b) “Laporan Akhir Pekerjaan Survai Investigasi dan Disain (SID) di Kabupaten Gianyar dan Klungkung”. Proyek Irigasi Bali, Denpasar.

Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Stratejik, untuk Organisasi Publik dan Organisasi Non-Profit. Jakarta:

Sudarta, W. 2005. Beragam Nilai Tradisional Subak: Konsepsi Relevan dengan Inovasi. Dalam Pitana dan Setiawan AP. editor. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi. Yogyakarta: Andi.

Suparta, N. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. Denpasar: CV. Bali Media Adhikarsa.

Sutawan, N., M. Swara, W. Windia, dan IW Sudana. 1989. Pilot Proyek Pengembangan Sistem Irigasi yang Menggabungkan Beberapa Empelan/Subak di Kabupaten Tabanan dan Buleleng. Denpasar: Universitas Udayana.

Suwarsono. 1998. Manajemen Strategik. Yogyakarta: UPP. AMP. YKPN

Suyatna, I G. 2005. Subak Sebagai Wahana Pemberdayaan Masyarakat Petani: Dalam Rangka Mewujudkan Kemandirian Menghadapi Era Globalisasi yang Penuh Persaingan. Dalam Pitana dan Setiawan AP. editor. Revitalisasi Subak dalam Memasuki Era Globalisasi. Yogyakarta: Andi.






1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus